Rabu, 16 Februari 2011

Berbisnis dengan sandaran ajaran agama

Berbisnis dengan sandaran ajaran agama

Umum dikatakan bisnis tidak mengenal nilai kecuali keuntungan materi.  Karena persaingan bisnis yang ketat, berbagai intrik dan manipulasi kotor tak jarang digunakan.  Namun wajah gelap dunia bisnis semacam itu, yang menghalalkan segala cara untuk mencari keuntungan, bukanlah karakteristik menyeluruh.
Dalam dunia bisnis, kita juga mendapati adanya nilai-nilai yang sangat positif seperti kerja keras, tekad pantang menyerah, kekuatan mental dalam menghadapi segala resiko, kejeniusan dalam mengatur strategi, dan kebijasanaan dalam memandang hidup.

Jika mempertimbangkan nilai-nilai positif itu, maka mengejar keuntungan materi, sementara pada saat yang sama juga menebar kebaikan pada sesama, dalam dunia bisnis bukanlah isapan jempol semata.

Bahkan sebuah studi yang dilakukan terhadap para pengusaha dan eksekutif kaliber dunia yang telah sukses membangun bisnis mereka, menunjukkan bahwa ideal di atas sangat mungkin dicapai. 

Adalah gay Hendricks, konsultan bisnis dan profesor di Universitas Colorado dan Kate Ludeman, konsultan perusahaan-perusahaan multinasional, yang berhasil memperlihatkan kemungkinan itu dalam buku mereka The Corporate Mystic (Kaifa, 2002).

Para pengusaha dan eksekutif sukses di Amerika yang diteliti kedua ahli tersebut menunjukkan cara menjalankan bisnis yang sangat mengejutkan.  Mereka bukan orang-orang yang ambisius yang keras kepala dan melakukan apapun demi mengejar keuntungan materi.

Mereka lebih menyerupai guru-guru spiritual, para mistikus yang mempraktikan sikap hidup penuh kejujuran, keterbukaan dan kepekaan yang tinggi.  Pengalam puluhan tahun menbangun bisnis membuat mereka lebih bijak dalam memandang hidup.  Mereka menjalankan bisnis dengan hati, bukan dengan trik-trik kotor.

Intuisi dari hati

Entah sejak kapan Basuki Subianto, penulis buku ini mengkaji buku yang pernah menjadi pembicaraan hangat di kalangan para pengusaha Amerika itu.  Yang jelas dia disadarkan bahwa kecerdasan spiritual (Spiritual Quotient/SQ) seirang pengusaha amat berpengaruh dalam menjalankan bisnisnya.
Bisnis adalah dunia yang penuh dengan ketidakpastian.  Berbagai perhitungan ekonomi diciptakan untuk memprediksi apa yang akan terjadi ke depan.  Tetapi perhitungan rasional yang seringkali memanfaatkan berbagai rumusan matematis itu tidak pernah berhasil memastikan apa yang akan terjadi.
Kecerdasan spiritual memberi seorang pengusaha panca indra keenam yang disebut dengan intuisi.  Kecerdasan spiritual berkaitan dengan hati atau perasaan.  Pengalaman selama puluhan tahun dalam dunia bisins membuat seorang pengusaha lebih peka perasaannya.
Kepakaan inilah yang memunculkan "getaran-getaran lembut"  yang akan mengendalikan setiap keputusan yang diambil. Getaran-getaran lembut inilah yang disebut intuisi.  Dengan menggunakan intuisi disamping berbagai perhitungan rasional, segala keputusan bisnis terbukti lebih berpeluang mendekati kebenaran.
Karena intuisi digerakkan hati, maka para pengusaha atau eksekutif yang hatinya baik, jernih dan tenang, intuisinya juga akan sangat tajam.  Keputusan-keputusan bisnis pun akhirnya lebih tepat.
Itulah kesimpulan yang didapkan Basuki Subianto setelah mendiskusikan buku The Corporate Mystic dengan seorang ulama yang juga mengalami pengalaman berbisnis.  Ulama yang dipanggilnya dengan sebutan "ustadz" ini di kemudian hari menjadi semacam penasehat spiritual Subianto dalam menjalankan bisnisnya.
Meraih ImQ
Semua yang diuraikan dalam buku The Corporate Mystic ada dalam Al-Quran. Tesis inilah yang menjadi titik beranjak bagi Basuki Subianto untuk masuk dalam pembahasan inti buku yang ditulisnya ini.  Kitab suci ini berisi ajaran yang menyeluruh.  Jika dipelajari sungguh-sungguh ada banyak pelajaran berbisnis yang bisa diambil.
Misalnya, firman Allah SWT yang menyatakan bahwa di balik setiap kesulitan pasti ada kemudahan.  Ayat ini mengajarkan bahwa kita harus bekerja keras dan berpikir positif.  Setiap kegagalan pasti bisa menjadi modal untuk meraih kesuksesan. 
Pelajaran lain dalam berbisnis yang melekat pada sikap taat beragama antara lain,  larangan berbuat zalim, harus jujur, memiliki komitmen, bertanggung jawab, dan menghormati etika pergaulan.
Menunaikan kewajiban zakat secara rutin bagi seorang pengusaha muslim juga merupakan bentuk didikan yang amat mendasar.  Membayar zakat membuat seorang pengusaha memiliki kebesaran hati, berjiwa lapang dan ikhlas memberi kepada sesama.  Kebahagiaan hati orang yang berzakat akan terus terpancar, baik di kantor maupun di rumah.  Kondisi psikologis semacam ini akan meningkatkan kinerja dan produktivitas.
Selain itu, jika intuisi yang menggerakkan para pengusaha top Amerika itu hanyalah berlandaskan kepentingan duniawi, seorang pengusaha yang beragama dapat memperoleh lebih dari sekadar intuisi karena karena kedekatannya dengan Tuhan.  Intuisi seorang yang taat beragama lebih tajam karena dipersenjatai dengan doa.
Manusia berusaha dengan segala daya dan upayanya, tetapi hasilnya tetap di tangan Tuhan.  Doa yang dilantunkan secara konsisten kepada Tuhan, dan diiringi perilaku keseharian yang sesuai dengan perintah Tuhan dan jauh dari larangan-nya, akan membuahkan keberhasilan yang mencengangkan.
Apa yang tidak mungkin dalam pertimbangan rasional manusia bisa menjadi mungkin karena kuasa Tuhan.  Inilah yang disebut penulis sebagai Impossibility Quotient (ImQ).
ImQ adalah salah satu strategi untuk memaksimalkan kecerdasan manusia dalam mencapai tujuan.  Kelebihan strategi ini adalah mendasarkan kecerdasan pada hati yang telah diasah dengan Al-Quran.  Kecerdasan yang digerakkan oleh hati yang bersih dan takut pada Tuhan tidak akan pernah menipu.
Penulis telah membuktikannya.  Sebelum menjadi pengusaha, dia adalah wartawan senior Kompas dengan penghasilan Rp. 17 juta per bulan dengan program pensiun dan berbagai tunjangan.
Tiba-tiba, di puncak karirnya sebagai wartawan yang telah ia geluti selama 17 tahun, dia memutuskan berhenti pada tahun 2002 lalu, dan bertekad memulai bisnisnya sendiri. Semua koleganya berkomentar dia tidak akan mungkin berhasil karena tidak memiliki pengalaman bisnis.
Terinspirasi oleh buku-buku Robert T. Kiyosaki dan tergerak untuk membuktikan kebenaran Al-Quran sebagai pedoman hidup, termasuk dalam dunia bisnis, Basuki Subiyanto tetap maju.  Bidang pertama yang digelutinya adalah menjadi event organizer pertunjukan musik dangdut yang menampilkan Inul Daratista.
Dia mengalami kerugian.  Setelah mendiskusikan dengan "ustadz" dia menyadari bisnisnya itu tidak barokah karena berbau maksiat.  Dia kemudian tertarik untuk membeli sebuah perusahaan real estate  yang sedang sakit dan terjerat masalah yang rumit.  Komentar teman-teman bisnisnya yang lebih berpengalaman lagi-lagi berujung pada kesimpulan, "Tidak mungkin!".
Dengan niat baik menyelesaikan berbagai tanggungan perusahaan itu dan diiringi doa-doa dan praktik ibadah lain yang dianjurkan sang ustadz, berbagai kemudahan diperolehnya.  Perusahaan itu akhirnya menjadi sehat dan sekarang terus berkembang.  Dia memperoleh pengalaman yang sama dengan beberapa bisnis yang lain.
Dalam jangka waktu dua tahun, Basuki Subiyanto telah menjadi seorang pengusaha dengan penghasilan  jauh melebihi gajinya dulu sebagai wartawan.  Bermodalkan pengalaman yang sebentar namun sangat signifikan ini, Basuki Subiyanto telah berhasil meyakinkan bahwa berbisnis dengan pedoman ajaran agama bisa mengantarkan pada kesuksesan.
Jalan berbisnis yang dia yakini juga memiliki arti lebih, karena tidak sekedar memberi kesuksesan materi tetapi juga spiritual.  Antara bisnis yang digelutinya dan kehidupannya sebagai seorang hamba Tuhan menjadi selaras.  Bersama itu, selaras pula hubungannya dengan keluarga dan antar sesama manusia.

(Sumber : M. Syafiq , Bisnis Indonesia)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mohon setiap komentar diisikan nama atau alamat email, terimakasih

Cari Blog Ini