Kamis, 28 April 2011

Jangan tunggu esok hari untuk mengatakan kepadanya

Segalanya berawal ketika saya masih berumur 6 th. Ketika saya sedang bermain di halaman rumah saya di California, saya bertemu seorang anak laki-laki. Dia seperti anak laki2 lainnya yang menggoda saya dan kemudian saya mengejarnya dan memukulnya.

Setelah pertemuan pertama dimana saya memukulnya, kami selalu bertemu dan saling memukul satu sama lain di batas pagar itu. Tapi itu tidaklah lama. Kami selalu bertemu di pagar itu dan kami selalu bersama. Saya menceritakan semua rahasia saya. Dia sangat pendiam... dia hanya mendengarkan apa yg saya katakan. Saya menganggap dia enak diajak bicara dan saya dapat berbicara kepadanya ttg apa saja.
Di sekolah, kami memiliki teman2 yg berbeda tapi ketika kami pulang ke rumah, kami selalu berbicara ttg apa yg terjadi di sekolah. Suatu hari, saya bercerita kepadanya ttg anak laki2 yg saya sukai tetapi telah menyakiti hati saya.... Dia menghibur saya dan mengatakan segalanya akan beres.

Dia memberikan kata2 yg mendukung dan membantu saya utk melupakannya. Saya sangat bahagia dan menganggapnya sebagai teman sejati. Tetapi saya tahu bahwa sesungguhnya ada yg lainnya dari dirinya yg saya suka. Saya memikirkannya malam itu dan memutuskan kalau itu adalah rasa persahabatan.

Selama SMA dan semasa kelulusan, kami selalu bersama dan tentu saja saya berpikir bahwa ini adalah persahabatan. Tetapi jauh di lubuk hati, saya tahu bahwa ada sesuatu yg lain. Pada malam kelulusan, meskipun kami memiliki pasangan sendiri2, sesungguhnya saya menginginkan bahwa sayalah yg menjadi pasangannya. Malam itu, setelah semua orang pulang, saya pergi ke rumahnya untuk mengatakannya.

Rabu, 27 April 2011

Belajar dari Sang Surya

Di sebuah kota tinggallah dua orang bijak yang sudah hidup bersama selama 30 tahun. Selama itu mereka belum pernah sekalipun bertengkar. Suatu hari seorang dari mereka berkata, ''Tidakkah kau berpikir bahwa inilah saatnya kita bertengkar, paling tidak sekali saja?''

Kawannya menyahut, ''Bagus kalau begitu! Mari kita mulai. Apa yang harus kita pertengkarkan?'' Orang bijak pertama menjawab, ''Bagaimana kalau sepotong roti ini?''

''Baiklah, marilah kita bertengkar karena roti ini. Tapi, bagaimana kita melakukannya?'' tanya orang bijak kedua. Orang bijak pertama lalu berkata, ''Roti ini punyaku. Ini milikku semua.'' Orang bijak kedua menjawab, ''Kalau begitu, ambil saja.''

Para pembaca yang budiman, alangkah damainya dunia ini kalau kita semua berperilaku seperti dua orang bijak tersebut. Coba Anda renungkan, bukankah pertengkaran, perselisihan, dan peperangan yang terjadi di dunia ini bersumber dari keinginan kita untuk meminta sesuatu dari orang lain? Kita suka meminta, tapi sayangnya kita tak suka memberi. Di rumah kita meminta perhatian pasangan kita, meminta anak-anak memahami kita, meminta pembantu melayani kita. Di tempat kerja, kita meminta bantuan bawahan, meminta pengertian rekan sejawat, dan meminta gaji yang tinggi pada atasan. Di masyarakat, mereka yang mengaku sebagai pemimpin selalu meminta pengertian dan kesabaran masyarakat, meminta masyarakat hidup sederhana dan mengencangkan ikat pinggang.

Kamis, 21 April 2011

Antara Lobak ,Telur dan Kopi


Seorang anak mengeluh pada ayahnya mengenai kehidupannya dan bertanya mengapa hidup ini terasa begitu sukar dan menyakitkan baginya. Dia tidak tahu bagaimana untuk menghadapinya dan hampir menyerah kalah dalam kehidupan. Setiap kali satu masalah selesai, timbul pula masalah baru.

Ayahnya yang bekerja sebagai tukang masak membawa anaknya itu ke dapur. Dia mengisi tiga buah periuk dengan air dan menjerangkannya diatas api. Setelah air didalam ketiga periuk tersebut mendidih, dia memasukkan lobak merah didalam periuk pertama, telur dalam periuk kedua dan serbuk kopi dalam periuk terakhir.

Dia membiarkannya mendidih tanpa berkata-kata. Si anak tertanya-tanya dan menunggu dengan tidak sabar sambil memikirkan apa yang sedang dilakukan oleh ayahnya. Setelah 20 menit, si ayah mematikan api.

Dia menyisihkan lobak dan menaruhnya dalam mangkuk, mengangkat telur dan meletakkannya dalam mangkuk yang lain dan menuangkan kopi di mangkuk lain.

Selasa, 19 April 2011

Sabar Menghadapi Cobaan

Pernahkah kita merasa bahwa Tuhan sedang menguji kita?

Kita cenderung mengatakan kalau kita ditimpa kesusahan maka kita sedang mendapat cobaan dan ujian dari Tuhan. Jarang sekali kalau kita dapat rahmat melimpah dan kebahagiaan kita teringat bahwa itu pun merupakan ujian dan cobaan dari Tuhan. Ada di antara kita yang tak sanggup menghadapi ujian itu dan boleh jadi ada pula di antara kita yang tegar menghadapinya.

Bukankah Tuhan tidak pernah memberikan beban yang melampui kemampuan manusia? Jadi jika kita menghadapi suatu masalah hadapilah masalah tersebut dengan penuh kepasrahan kepada-NYA. Hanya karena Dia-lah segala sesuatu ada dan tidak ada.

Setiap derap kehidupan kita merupakan cobaan dari Tuhan. Kita tak mampu menghindar dari ujian dan cobaan tersebut, yang bisa kita pinta adalah agar cobaan tersebut sanggup kita jalani. Cobaan yang datang ke dalam hidup kita bisa berupa rasa takut, rasa lapar, kurang harta dan lainnya.

Bukankah karena alasan takut lapar saudara kita bersedia mulai dari membunuh hanya karena persoalan uang seratus rupiah sampai dengan berani memalsu kuitansi atau menerima komisi tak sah jutaan rupiah?

Selasa, 05 April 2011

KUE KEHIDUPAN

Kadang kita bertanya dlm hati & menyalahkan Tuhan, “apa yg telah saya lakukan sampai saya harus mengalami ini semua ?” atau “kenapa Tuhan membiarkan ini semua terjadi pada saya ?”

Here is a wonderful explanation…

Seorang anak memberitahu ibunya kalau segala sesuatu tidak berjalan seperti yang dia harapkan. Dia mendapatkan nilai jelek dalam raport, putus dengan pacarnya, dan sahabat terbaiknya pindah ke luar kota.

Saat itu ibunya sedang membuat kue, dan menawarkan apakah anaknya mau mencicipinya, dengan senang hati dia berkata, “Tentu saja, I love your cake.”

“Nih, cicipi mentega ini,” kata Ibunya menawarkan. “Yaiks,” ujar anaknya.
“Bagaimana dgn telur mentah ?”
“You’re kidding me, Mom.”
“Mau coba tepung terigu atau baking soda ?”
“Mom, semua itu menjijikkan.”

Cari Blog Ini